
Berita TV tidak dapat dipisahkan antara audio dan visualnya. Justru kekuatan berita tv adalah perpaduan keduanya. Bagaimana menyatukan keduanya, butuh seni dan ketrampilan tersendiri.
Ada beberapa hal yang harus diperhatikan saat memilih gambar dari liputan yang telah dilakukan:
– Perhatikan shotlist dengan teliti dan detil
– Susun gambar dalam catatan shotlist secara lengkap dan detil. Penyusunan dalam daftar mempermudah dalam penulisan berita. Hal ini juga berguna saat harus membuat berita secara mendadak, sementara data untuk narasi belum didapat karena tim masih di lapangan.
– Cek shotlist, gambar apa saja yang dimiliki.
Pengecekan stok gambar berguna untuk menyesuaikan persediaan gambar dengan rencana berita yang akan ditulis. Jika gambar lengkap, tentu memudahkan penyusunan berita.
– Perhatikan urut-urutan gambar, apakah ada kontinyuitasnya.
Gambar yang bagus adalah yang memiliki kontinyuitas (runut), ada logika gambar yang jelas, sehingga tidak jamping . Kontinyuitas ini tidak selalu harus berurutan atau kronologis. Tapi juga lengkap dengan detil shot-nya.
– Cek gambar apakah ada gangguan teknis, seperti scratch, cahaya yang under atau over, audio yang tidak keluar.
– Gangguan teknis pada gambar akan mempengaruhi kualitas berita secara keseluruhan. Lihat dulu, apakah gangguan ini tak dapat disiasati, misalnya dengan memotong (mengedit) bagian-bagian tertentu, sehingga gambar masih dapat digunakan menjadi sebuah berita. Jika tidak dapat digunakan harus dipikirkan mencari alternatif lain. Jika beritanya sangat penting, putuskan secepat mungkin menggunakan dokumentasi atau grafis.
– Cek synch atau wawancara
Sebuah wawancara yang bagus akan menjadikan berita tv lebih kuat. Periksa apakah synch cukup baik audionya, cek juga isi synch apakah sesuai dengan rencana semula? Jika tidak, tunda penayangan berita ini dan lengkapi dulu dengan synch yang baik.
Menyunting dan Menyusun Berita
Setelah kembali ke ruang redaksi, reporter dan editor gambar harus bekerja sama untuk merencanakan sebuah laporan berita. Pemikiran reporter tentang apa yang akan mereka tulis terhadap gambar-gambar yang ada dan pemikiran editor tentang gambar mana yang terbaik harus dipadukan ke dalam suatu sequence yang sesuai. Reporter menentukan gambar dan durasi yang diperlukan, sementara editor menitikberatkan pada kelayakan gambar dilihat dari segi komposisi, screen direction, intensitas cahaya, kualitas fokus, dan sebagainya.
Juru kamera hendaknya mencatat daftar gambar (shotlist) terhadap shot gambar yang sudah ia rekam untuk memudahkan penyuntingan berita. Shotlist tersebut kemudian diserahkan kepada reporter untuk dilakukan penentuan urutan gambar sesuai dengan ulasan yang akan mereka lakukan.
Bagian penting dalam tahapan ini adalah seorang reporter harus mengetahui dengan tepat uraian berita yang sedang disusun. Reporter tidak boleh membiarkan uraian naskahnya tidak didukung dengan gambar/ visual. Ia juga tidak boleh terjebak ke dalam sequence gambar yang terlalu panjang untuk sebuah uraian yang ia perlukan dalam menyusun berita. Sebaliknya, reporter juga jangan memanjangkan uraian narasi terhadap sequence gambar yang durasinya terbatas. Ini memerlukan kedisiplinan reporter dalam menulis naskah dan menggunakan gambar sebagai visual sesuai dengan asas sinkronisasi.
Editor harus teguh pendirian untuk menolak apabila gambar yang diminta reporter ternyata tidak layak untuk disiarkan mengingat kualitas cahaya, komposisi maupun alurnya yang tidak memenuhi syarat.
Suntingan dan susunan komentar bergantung pada penjelasan elemen kunci oleh reporter dalam menjawab formula klasik 5W + 1H yakni Who, What, When, Where, Why dan How. Apa yang telah terjadi, siapa yang terlibat, dimana, kapan, mengapa dan bagaimana peristiwa itu terjadi adalah pertanyaan-pertanyaan yang harus dijawab saat menyusun berita.
Pertimbangan utamanya adalah harus dimulai dari elemen yang sangat penting dan bergantung pada peristiwanya. Selanjutnya harus dapat menjawab semua pertanyaan-pertanyaan pemirsa televisi. Jadi antara gambar dan komentar harus seimbang. Suntingan dan penulisan yang siap harus betul-betul menarik.
Sebuah berita yang durasinya 1.30 menit misalnya tidak mungkin akan dimasukkan soundbite yang durasinya sampai satu menit atau gambar statis yang lamanya sampai 30 detik lalu selebihnya dimasukkan gambar bergerak yang sangat cepat.
Gambar pembukaan dan penutupan biasanya sedikit lebih lama dibandingkan visual lainnya. Sebuah gambar pembuka yang durasinya paling tidak 5 detik atau lebih akan memberikan waktu yang cukup untuk dapat dipahami oleh pemirsa. Janganlah memulai komentar sebelum gambar berjalan selama 2 detik, karena itu gambar awal paling tidak harus berdurasi sekitar 5 detik. Sama halnya juga terhadap closing (gambar akhir) harus berdurasi paling tidak 5 detik setelah kalimat akhir pada ending berita. Alasannya, agar memperjelas akhir dari komentar untuk memudahkan pengertian pemirsa. Shotlist adalah elemen yang paling penting untuk mempercepat pekerjaan penyusunan gambar.
Urutan daftar gambar akan membantu reporter dalam memudahkan pemberian instruksi kepada editor tentang gambar apa yang ingin ia gunakan dalam paket yang sedang dikerjakan, misalnya Close Up (CU), medium shot (MS), Long Shot (LS) dan lain-lain. Editor juga akan memperoleh kemudahan dengan mengetahui shot lebih awal dari daftar gambar tersebut. Daftar shot gambar tersebut akan memberikan ide yang lebih baik kepada reporter dalam menulis komentar.
Dengan melihat shot gambar yang ada ketika mengumpulkan daftar shot untuk penyusunan berita, reporter punya kesempatan memilih shot-shot menarik yang bisa dipergunakan nantinya. Misalnya, ekspresi wajah, kerumunan orang, sikap orang dan lain-lain. Editor gambar juga akan dengan mudah mencari shot-shot gambar tersebut hanya dengan membaca shotlist yang ada. Ia tidak perlu lagi secara terus-menerus mencari shot gambar dengan memutar kembali atau mempercepat pita pada alat penyunting. Selain dapat mempercepat kerja, juga dapat menekan frekuensi penggunaan alat agar dapat bertahan lebih tahan lama.
Berikut adalah contoh Shotlist:
Baca entri selengkapnya »